Langsung ke konten utama

Lokasi Tambang Freeport dan Sejarah Freeport Papua Indonesia

freeport indonesia

Lokasi Tambang Freeport dan Sejarah Freeport Papua Indonesia

PT Freeport Indonesia adalah perusahaan afiliasi Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. ... PT Freeport Indonesia menambang, mengolah dan mengeksplorasi bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di dataran tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Pasar Freeport Indonesia berkonsentrasi mengandung tembaga, emas dan perak di seluruh dunia.

Awal mula PT Freeport Indonesia didirikan, sebenarnya ada cerita perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905, sebuah lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG), Institut Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon berada di Tanah Papua.

Catatan pertama tentang gunung salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanannya dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke "selatan" pada tahun 1623 di perairan selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh ke pedalaman melihat cahaya salju dan dicatat dalam buku hariannya di 16 Februari 1623, tentang lingkaran "sangat tinggi" yang tertutup salju oleh bagian-bagiannya. - Rekor Carsztensz menjadi ejekan teman-temannya yang mengira Carstensz hanya berkhayal.

Meskipun ekspedisi KNAG pertama gagal menemukan gunung es yang disebutkan dalam buku harian Kapten Carstensz, ini adalah pelopor kepedulian Belanda untuk wilayah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini dari 1907 hingga 1915. Ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan keinginan para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.

Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semuanya dilakukan dengan tujuan untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) di ketinggian 4.750 meter. Nama Lorentz kemudian diabadikan dalam nama Lorentz National Park di suku Asmat di pantai selatan.

Pada pertengahan 1930, dua pemuda Belanda, Colijn dan Dozy, keduanya karyawan perusahaan minyak NNGPM, berencana mengimplementasikan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama untuk pembukaan penambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.

Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau yang disebut gunung bijih, kemudian data tentang batu ini dibawa ke Belanda. Setelah pertemuan panjang Jan Van Gruisen - Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batubara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan bersama teman lamanya Forbes Wilson, kepala eksplorasi di Perusahaan Freeport Sulphur yang operasi utamanya menambang di bawah belerang laut . Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih dan mengambil sampel batuan dan menganalisisnya serta membuat penilaian.


Pada awal periode Soeharto, pemerintah mengadopsi kebijakan untuk segera mengambil berbagai langkah konkret untuk meningkatkan pembangunan ekonomi. Tetapi dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 tahun 1967).

Pemimpin tertinggi Freeport pada saat itu, Langbourne Williams, melihat peluang untuk melanjutkan proyek Ertsberg. Ia bertemu Julius Tahija yang pada masa Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan melanjutkan pertemuan dengan Jenderal Ibnu Sutowo, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dari pertemuan itu adalah permintaan agar Freeport dapat melanjutkan proyek Ertsberg. Akhirnya, dari hasil pertemuan panjang setelah Freeport mendapat izin dari pemerintah untuk melanjutkan proyek pada tahun 1967. Itu adalah Kontrak Karya Freeport Pertama (KK-I). Kontrak kerja adalah materi promosi yang dibawa oleh Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia di luar negeri dan misi pertamanya adalah untuk mempromosikan Kebijakan Investasi Asing ke Australia.

Sebelum tahun 1967 wilayah Timika adalah padang belantara. Pada awal operasi Freeport, banyak penduduk awalnya tersebar ke daerah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Pada tahun 1970 pemerintah dan Freeport bersama membangun rumah-rumah yang layak di Jalan Kamuki. Lalu ada juga perumahan bagi warga di selatan bandara yang sekarang menjadi kota Timika.

Pada tahun 1971, Freeport membangun Bandara Timika dan pusat pasokan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa. Pada tahun 1972, Presiden Soeharto menamai sebuah kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport bernama Tembagapura.

Pada tahun 1973, Freeport menunjuk wakil utamanya untuk Indonesia dan juga sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada 1950-an, suami Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa negosiasi kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Negosiasi dan delegasi Linggarjati di Perjanjian Renville.

Semua industri, termasuk pertambangan, memiliki dampak lingkungan yang tidak dapat dihindari, baik dalam dampak positif maupun negatif, yang menghasilkan pertukaran antara manfaat lingkungan dan dampak lingkungan. Pemerintah Indonesia telah memutuskan bahwa tambang ini sangat penting untuk pembangunan ekonomi Indonesia, dan pemerintah telah mengatur bagaimana PTFI menjalankan proyek ini untuk memberikan manfaat ekonomi yang diinginkan oleh Indonesia, sambil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan di mana pun memungkinkan. PTFI juga berkomitmen untuk merehabilitasi area yang terkena dampak ketika area tersebut tidak lagi digunakan untuk operasi.

Peta Lokasi Freeport Papua Indonesia

Artikel Terkait